x
x

Formasi Protes Pemberlakuan Tata Pengiriman Tembakau Saat PMK 161/2022 Diuji Materi

Sabtu, 28 Jan 2023 10:28 WIB

JatimKini

Tata pengiriman tembakau yang diuji materi Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia atau Formasi ke MA berjalan terus sehingga mendapat respons protes keras dari asosiasi perusahaan rokok golongan menengah-kecil tersebut.

Ketua Harian Formasi, Heri Susianto, mengatakan dengan dilakukan uji materi atas PMK 161/2022, maka beberapa pasal yang menjadi objek uji materi seharusnya ditunda pemberlakuannya sampai uji materi tersebut berkekuatan hukum tetap, diterima atau justru ditolak MA.

"Dalam praktiknya, ternyata PMK 161/2022, termasuk pasal-pasal yang diuji materi tetap berjalan. Kami bahkan diundang untuk mengikuti sosialisasi terkait pemberlakuan PMK tersebut," katanya, Jumat (27/1/2023).

Bahkan Ditjen Bea Cukai dalam merespons uji materi dari Formasi, kata dia, terkesan abai. Bea Cukai mengulur waktu dengan tidak menjawab perintah dari MA untuk menjawab keberatan dari Formasi atas pasal-pasal tertentu seperti pengaturan tata pengiriman tembakau pada PMK 161/2022.

Dengan respons tidak ada jawaban atas uji materi Formasi selama 14 hari, dia menduga, Ditjen Bea Cukai sengaja mengulur-ulur waktu sehingga batas waktu pemberlakuan efektif PMK 161/2022 per-14 Februari terealisasi.

Dengan demikian, ketentuan-ketentuan mengenai tata pengiriman berlaku meski pasal dalam PMK tersebut masih dalam proses uji materi.

"Ini berarti tidak ada political will dari pemerintah dalam membina IHT," ucapnya.

Secara materi, dia menegaskan, pasal dalam PMK 161/2022 yang mengatur tata pengiriman tembakau telah diputus MA tidak boleh diberlakukan dengan terbitnya PMK 134/2019. Beberapa pasal dalam PMK tersebut merevisi pasal-pasal dalam PMK No. 94/2016 yang diuji materi Formasi.

"Jadi pasal yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh MA kok justru dihidupkan dalam PMK No. 161/2022," ujarnya.

Implikasi dari pemberlakukan pasal-pasal yang diuji materi oleh Formasi dalam PMK 161/2022, dia menegaskan, sangat menyulitkan bagi pelaku IHT. Birokrasi yang harus dilalui pelaku IHT menjadi panjang dan ribet.

Kenyataan itu, kata Heri, justru bertentangan dengan semangat dari pemerintah yang ingin memudahkan iklim berusaha dan investasi dengan diterbitkan UU Cipta Kerja.

Pertimbangan lain, kata dia, regulasi tersebut aneh. Pemerintah justru mempersulit usaha yang jelas-jelas legal, yakni PR yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Di sisi lain, perusahaan ilegal yang memproduksi rokok ilegal tidak banyak disentuh, meski perusahaan ini jelas merugikan pemerintah karena pajak, cukai, dan pajak daerah tidak masuk, juga PR legal merosot karena pangsa pasar diserap oleh peredaran rokok ilegal, terutama rokok polos.

Bukti bahwa pemerintah abai terhadap peredaran rokok ilegal, dia mencontohkan, hasil penindakannya sangat minim, dibandingkan dengan potensi peredarannya. Hanya Bea Cukai Kediri yang terlihat konsisten dan giat dalam penindakan terhadap peredaran rokok ilegal dengan hasil signifikan.

"Protes kami terhadap terus bersikukuhnya Bea dan Cukai dalam memberlakukan pasal-pasal dalam PMK 161/2022 yang kami uji materi di MA, telah kami sampaikan kepada Ditjen Bea dan Cukai. Jika masih tidak ada respons, maka kami akan melakukan langkah yang lebih radikal sebagai bentuk protes atas tindakan Bea Cukai tersebut," pungkasnya.

Editor : Redaksi

LAINNYA