Reporter : Ilham Dary Athallah
JATIMKINI.COM, Keberhasilan sering kali datang kepada mereka yang mampu melihat peluang bisnis di sekitar mereka. Hal ini dibuktikan oleh Dimas Archellino, seorang mahasiswa Jurusan Hukum di Universitas Boyolali yang berhasil menjalankan usaha sampingan pembuatan topeng Reog Gedruk, yang dipasarkan hingga mancanegara dan meraih pendapatan hingga Rp11 juta per bulan.
Dimas, yang akrab disapa Archel, adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Boyolali. Ia tumbuh di lingkungan yang penuh dengan kesenian tradisional, terutama berkat ibunya yang mengelola LBK Erawati, sebuah lembaga yang melestarikan seni Tari Topeng Ireng dan Tari Buto Gedruk khas Jawa. Dari sinilah Archel mendapatkan inspirasi untuk memulai bisnis pembuatan topeng, terutama Topeng Buto Gedruk.
Archel memulai usahanya dengan modal kecil, membeli satu topeng dari tabungan pribadinya, dan mulai memasarkannya secara online melalui berbagai platform marketplace. Keuntungannya digunakan sebagai modal untuk memperbesar usahanya, hingga kini ia mampu menggandeng pengrajin topeng dan UMKM dari berbagai daerah.
“Saya mulai menekuni bisnis Topeng Buto Gedruk ini karena ketertarikan pribadi, terutama terhadap keunikan bentuk dan ciri khas dari topeng tersebut. Saya sudah tertarik sejak SMP, dan mulai serius menekuni bisnis ini sejak SMA kelas 2 hingga sekarang,” kenang Archel kepada Jatimkini.com
Dalam proses pembuatan topeng, Archel bekerja sama dengan para pengrajin yang ia beri arahan sesuai keinginan calon pembeli. Ia lebih fokus pada pengerjaan bagian rambut topeng, yang menggunakan bahan-bahan seperti rambut sintetis, ekor sapi, dan ekor kuda, agar topeng terlihat lebih nyata. Kayu yang digunakan untuk membuat topeng adalah Kayu Pule, yang didapatkan dari Magelang karena karakteristiknya yang ringan dan mudah diukir.
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik dalam bisnis Archel. Ketika banyak topeng tidak laku dan harganya turun, ia memanfaatkan situasi ini untuk membeli beberapa topeng yang kemudian dijual kembali dengan harga lebih tinggi saat permintaan meningkat pasca pandemi. Selain untuk dijual, topeng-topeng ini juga digunakan sebagai konten di akun YouTube-nya, yang kemudian berkembang hingga Archel meraih penghargaan Silver Play Button dari YouTube.
Dalam menjalankan bisnis ini, Archel menggandeng pengrajin dari berbagai daerah seperti Boyolali, Magelang, dan Yogyakarta, untuk memproduksi topeng secara massal. Jenis topeng yang diproduksi pun beragam, termasuk Blegor, Perot, dan Angop, serta karakter hantu-hantu nusantara seperti Pocong dan Kuntilanak.
“Untuk membuat satu topeng dengan hasil yang maksimal, dibutuhkan waktu antara dua hingga tiga bulan. Saya sudah menggandeng 15 UMKM khusus untuk pembuatan topeng, serta beberapa mitra untuk kebutuhan pakaian dan aksesoris,” ungkap Archel.
Dengan usaha yang terus berkembang, topeng-topeng buatan Archel kini tidak hanya dipasarkan di Boyolali dan sekitarnya, tetapi juga hingga luar pulau bahkan luar negeri seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Hongkong. Harga topeng bervariasi tergantung bahan dan karakter yang diinginkan, dengan harga termahal bisa mencapai jutaan rupiah.
Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa, Archel tetap fokus mengembangkan bisnisnya. Usaha pembuatan topeng ini tidak hanya menjadi sumber penghasilan, tetapi juga cara bagi Archel untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke mancanegara. Semangatnya dalam mengembangkan bisnis ini membuktikan bahwa dengan ketekunan dan kreativitas, kesuksesan bisa diraih tanpa harus menunggu kesiapan modal besar atau latar belakang akademik tertentu.
Dengan pencapaian ini, Dimas Archellino tidak hanya menunjukkan keberhasilan dalam bisnis, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya untuk terus berinovasi dan memanfaatkan peluang yang ada di sekitar mereka.
“Sampai saat ini saya masih berkuliah di Universitas Boyolali. Dari Boyolali saya bisa menjangkau peminat para bule dari Jepang, Taiwan, Korea Selatan, sampai Hongkong. Mereka suka karena unik dan range harganya sangat bervariatif, sesuai bahan yang digunakan,” pungkas Archel.
Editor : Ali Topan