Reporter : Ilham Dary Athallah
JATIMKINI.COM, Dua mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Syauqi (19) dan Suryana (21), berhasil menggabungkan kecintaan mereka pada seni dan konservasi alam melalui usaha budidaya ular. Di awal 2024, mereka keduanya memulai bisnis budidaya ular lokal Bandung dengan nama "Repcality Cultivators", yang kini mulai menarik perhatian masyarakat.
Syauqi, yang pertama kali tertarik pada keindahan corak kulit ular, melihat potensi bisnis yang menggiurkan dalam dunia reptil. Corak kulit yang unik, terutama pada ular yang mengalami kelainan genetik, memiliki nilai jual tinggi di kalangan pecinta hewan langka.
"Dari kecil saya sudah suka dengan hewan, terutama ular. Seiring waktu, saya mulai mendalami dan menyadari bahwa corak ular lokal memiliki potensi bisnis yang besar," ujar Syauqi kepada Jatimkini.com, Selasa (3/9/2024)
Bersama dengan Suryana, yang meski awalnya takut dengan ular, mereka membentuk tim dan mulai menjalankan usaha ini.
Mereka mendapatkan bimbingan dari program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia. Berkat ide unik mereka, Repcality Cultivators terpilih menjadi salah satu dari enam kelompok di ISBI yang berhasil lolos seleksi nasional, menerima hibah sebesar Rp11.800.000 untuk mendukung usaha mereka.
Kisah budidaya ular ini bermula dari sebuah kamar kos sederhana di Bandung, dimana keduanya mulai membudidayakan delapan ular lokal dari berbagai jenis seperti Water Tiger, Ular Pelangi, Mono Pohon, dan Ular Pucuk. Mereka dengan telaten merawat ular-ular ini, memastikan lingkungan kandangnya ideal dengan menggunakan bahan seperti cocopeat (gambut) untuk menyerap bau dan kotoran, serta tanaman hias.
Bagi mereka, budidaya ular tidak hanya tentang mendapatkan keuntungan, tetapi juga menyelamatkan populasi ular lokal yang semakin berkurang akibat perburuan dan pengurangan lahan. Syauqi dan Suryana juga berharap dapat menjaga keseimbangan alam melalui usaha ini. "Kami ingin melestarikan ular lokal yang memiliki bisa rendah, karena mereka berperan penting dalam menjaga ekosistem, seperti mengendalikan populasi hama," jelas Syauqi.
Saat ini, usaha ternak ular ini masih dalam tahap awal dan belum menghasilkan keuntungan karena tingginya biaya budidaya dibandingkan dengan ular yang telah terjual. Namun semangat keduanya tetap tinggi.
Mereka juga memiliki misi untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan ular lokal dan mengenali jenis-jenis ular berbisa. "Pengetahuan masyarakat tentang ular harus ditingkatkan, agar mereka lebih tenang dan bisa menangani ular dengan bijak, bukan langsung membunuhnya," tambah Syauqi.
Suryana, yang awalnya ragu untuk terjun ke dunia reptil, juga bersemangat untuk terus melanjutkan budidaya ular ini setelah melihat potensi pasar dan nilai jual ular yang tinggi.
"Walaupun sekarang belum untung, karena masih proses budidaya, namun prospeknya bagus. Harga beli di pasaran ketika baru menetas Rp15-100 ribu, setelah kami ternak kalau sudah dewasa bisa dijual Rp30-400 ribu,” kata Suryana.
Budidaya ular adalah usaha yang memerlukan kesabaran dan pengetahuan mendalam, terutama dalam hal perawatan dan pemberian makan. Namun, ide bisnis ini masih belum banyak digeluti, sehingga memiliki potensi besar untuk berkembang.
Dengan kombinasi seni, konservasi, dan kewirausahaan, Syauqi dan Suryana berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan membuka peluang bisnis baru yang menjanjikan. Mereka terus berinovasi dan mengedukasi masyarakat, menunjukkan bahwa bahkan hobi yang tidak biasa seperti budidaya ular bisa menjadi ladang bisnis yang menguntungkan dan bermanfaat bagi alam.
Editor : Ali Topan