x
x

Penurunan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Jadi Alarm. Kadin Jatim & UMM Bikin Kajian!

Rabu, 24 Jul 2024 18:55 WIB

Reporter : Peni Widarti

JATIMKINI.COM, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur bersama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan kajian rekomendasi kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Upaya kajian kebijakan tersebut telah ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Action antara Kadin Jatim dengan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMM Idah Zuhroh pada Rabu (23/7/2024) di Surabaya.

Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan keberlanjutan Industri Hasil Tembakau (IHT) dan kontribusinya memang patut menjadi perhatian dan pembahasan lintas stakeholder, sebab menyangkut hidup ratusan ribu penduduk Jawa Timur dari hulu ke hilir, mengingat kontribusi IHT di Jatim terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 33%.

"Jawa Timur merupakan sentra produk tembakau di Indonesia. Sumbangan provinsi ini mencapai 61% dari total penerimaan CHT nasional pada 2021 dan menyerap 40% tenaga kerja langsung dari sektor IHT skala nasional," katanya, Rabu (23/7/2024).

Hanya saja, penerimaan DBHCHT Jatim pada tahun ini turun signifikan meskipun Jatim. Menurutnya, penurunan DBHCHT ini menjadi alarm bagi industri tembakau sedang mengalami tekanan.

Diketahui, pada 2023 terjadi penurunan penerimaan CHT pemerintah sebesar 23,47% secara Year-on-Year (YoY) menjadi Rp213,50 triliun. Hal ini berimbas pada penurunan DBHCHT nasional, di mana mengalami penurunan dari Rp5,5 triliun di 2023 ke Rp4,9 triliun di 2024 (-9,0%).

Hal ini lalu berimbas pada pendapatan DBHCHT Jatim yang juga terdampak dan mengalami penurunan sebesar 9,9% menjadi Rp2,77 triliun pada 2024.

Untuk itu, lanjut Adik, Kadin Jatim menggandeng UMM sebagai salah satu universitas unggulan di Jatim untuk bersama-sama memberikan rekomendasi yang tepat terkait kebijakan kenaikan CHT 2025. Kebijakan CHT dampaknya langsung ke IHT dan menjadi faktor penentu kelangsungan IHT dan tenaga kerja di dalamnya. 

"Manfaat dari DBHCHT juga diharapkan dapat dikembalikan untuk pembangunan Jatim, agar penerimaan DBHCHT kembali pulih dan tidak mengganggu rencana pembangunan,” imbuh Adik.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMM Idah Zuhroh menambahkan kerja sama dengan Kadin ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi UMM untuk mengabdi dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.

“Kolaborasi dengan Kadin Jatim merupakan bentuk implementasi Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yang meliputi pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan Al Islam dan kemuhammadiyahan,” katanya.

Ia menambahkan, UMM berharap kerja sama ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi yang bermanfaat bagi pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan kenaikan CHT tahun depan, dan bagi pemerintah daerah melalui optimalisasi DBHCHT yang dihasilkan.

“Sebagaimana disampaikan, DBHCHT memiliki signifikansi penting bagi pembangunan Jatim. Oleh karena itu, harapan kami kajian ini dapat mencapai tujuannya dan diterima oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun Jatim," ujarnya.

Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono mengapresiasi upaya Kadi Jatim beserta para pelaku industri hasil tembakau dan akademisi dari UMM yang melakukan kajian tentang bagaimana pola bagi hasil DBHCHT. 

"Jatim menghasilkan 60% penerimaan cukai rokok secara nasional, menjadi penghasil utama cukai rokok bagi negara. Jika Jatim mendapat DBHCHT Rp2,77 triliun, nilai itu dibagi ke kabupaten-kabupaten, dan provinsi sendiri hanya mendapatkan Rp700 miliar," paparnya.

Pemprov Jatim, ujar Adhy, telah mengajukan alokasi DBHCHT menjadi minimal 5% dari total penerimaan CHT. Dengan harapan, pemanfaatannya tidak terlalu dibatasi agar dapat lebih maksimal dalam upaya pengentasan kemiskinan secara keseluruhan. 

"Kami ingin ada bagian khusus, yang pertama agar orang miskin yang tidak mendapatkan juga bisa dapat bantuan. Kedua, harus mengikuti konsep penanggulangan kemiskinan, tidak hanya pemenuhan kebutuhan dasar tetapi kami ingin yang lebih produktif dengan memberikan akses bagi pemberdayaan ekonomi atau akses modal kepada orang miskin agar memiliki kemampuan untuk bisa berproduksi," ujarnya.

Selain itu, ada alokasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, sebab Pemprov Jatim ingin mencapai universal coverage. Mengingat ada ketidakseimbangan antara daerah penghasil dan non penghasil, di mana kabupaten yang bukan penghasil mendapatkan sangat kecil sehingga banyak kabupaten yang tidak bisa memenuhi target Pemprov Jatim untuk mencapai universal coverage BPJS Kesehatan. 

"Melalui diskusi ini, Kadin menginisiasi sebuah kajian yang sejalan dengan apa yang dihadapi, dengan apa yang dirasakan Pemprov Jatim untuk melakukan optimalisasi pendapatan yang bisa digedor untuk menangani kemiskinan," imbuh Adhy.

 

 

Editor : Peni Widarti

LAINNYA