Reporter : Rochman Arif
JATIMKINI.COM, Letak geografis Indonesia yang berada di cincin api pasifik (ring of fire) rentan terhadap bencana alam. Berdasarkan data World Risk Report tahun 2022, Indonesia masuk tiga besar negara berisiko bencana alam tinggi, dengan 41,46 poin.
Begitu juga dengan Jawa Timur yang dilintasi cincin api pasifik memiliki risiko bencana alam tinggi. Sebut saja letusan gunung api, gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, gelombang ekstrim, abrasi, kekeringan, Covid 19, tsunami, dan likuifaksi.
Wakil Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) Jawa Timur, Edi Priyanto, mendorong adanya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan peta risiko kawasan industri. Ia berharap Pemerintah Provinsi Jawa Timur bisa menjadi role model dalam menyebarluaskan informasi hingga ke level paling bawah.
“Keadaan darurat dan bencana merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Adanya bencana memiliki dampak terhadap masyarakat, kesehatan, hingga ekonomi. Maka dibutuhkan Emergency Response Plan (ERP),” jelas Edi Priyanto, Sabtu (27/1/2024).
Hadir dalam diskusi panel Disaster Leadership Academy (DiLA), Edi menjelaskan ERP merupakan rencana kesiapsiagaan yang dirancang untuk mengatasi, sekaligus merespons bencana maupun situasi darurat dalam unit hingga tempat kerja.
“ERP menjadi penting, karena bisa menjaga keselamatan dan keamanan pekerja. Termasuk aset perusahaan untuk melanjutkan operasional bisnis saat terjadi bencana maupun keadaan darurat,” Edi menambahkan.
Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah itu menegaskan perlu menambahkan identifikasi atas potensi bahaya di lingkungan industri, yang bisa membawa dampak di pemukiman.
Menurutnya, risiko industri kimia, energi, pertambangan, ekstraksi mineral, pergudangan penyimpanan Bahan Berbahaya Beracun (B3), apabila terjadi kebocoran membahayakan pemukiman. Itu sebabnya, ia mendesak seluruh peserta DiLA memiliki peta risiko bencana maupun potensi bahaya industri.
Selanjutnya membuat rute evakuasi di tempat kerja, yang harus diikuti semua karyawan. Demikian juga wajib memiliki peralatan darurat, seperti alat pemadam kebakaran, peralatan medis, dan tempat pertolongan pertama yang mudah diakses semua orang.
“Ingat, tidak semua instansi pemerintahan memiliki peralatan pemadam kebakaran, apalagi rute evakuasi! Dua hal harus ada (di tempat kerja). Selanjutnya seluruh karyawan perlu menerima pelatihan dan pemahaman, agar tahu tahu tindakan yang harus diambil saat darurat,” tegasnya.
Edi menilai kegiatan yang diselenggarakan di Kota Batu, 26-27 Januari 2024, sangat positif untuk meningkatkan kompetensi kesiapsiagaan bencana bagi para leader ASN. Sebab, peserta DiLA mayoritas eselon 2 Pemprov Jatim, sekaligus pemegang kebijakan dalam merencanakan, berkoordinasi, dan merespons bencana.
“Dengan peningkatan kompetensi dalam melakukan identifikasi hingga mitigasi risiko yang lebih baik, dapat membuat keputusan cepat, efektif, dan koordinatif. Harapannya bisa mengurangi dampak negatif atas bencana,” pungkasnya.
Guru Besar Sosiologi Kebencanaan Universitas Pertahanan, Prof. Dr. Syamsul Maarif; Widyaiswara BPSDM Jatim, Randy Febriano Ruhyana; dan Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Gatot Soebroto turut hadir dalam acara tersebut.
Editor : Rochman Arif