x
x

Jabo Kecancang Gitar Cinta

Sabtu, 16 Des 2023 13:05 WIB

Reporter : Rokimdakas

JATIMKINI.COM, Kangen sama Jabo tapi nggak bisa menemui karena terikat oleh tugas negara, ngemong cucu di Mojokerto. Selasa, 14 Nopember, konco lawas sejak akhir '70 ini manggung di Gedung Cak Durasim mengusung Sirkus Barock, grup bentukan Arek Ampel Surabaya ini semasih zaman "lara-larane uripe Jabo" di Yogyakarta.

Jika sedang pulang kampung ke rumah MbakYue, Ida, di kampung Bogen, sisi utara stadion Tambaksari, Jabo selalu mampir ke Sanggar Bengkel Muda Surabaya, komplek Balai Pemuda, sarang saya "ngepompong". Di sana ada Gombloh, Franky Sahilatua, Naniel juga Leo Kristi. Jika sedang ketemu bareng, uluk salam paling akrab ya "janc*k-janc*k" lalu saling melapor kabar masing-masing.

Kadang kami berbagi air kata-kata gawe nyambung seduluran. Empat, lima sloki sudah cukup menyulut diskusi panjang. Sementara di saat yang sama kaum birokrat yang dibayar untuk memenej kesenian sudah mendengkur, kami membahas kesenian hingga dini hari. Demikianlah kodrat aktivis menggaris sejarah kecil.

Kalau ketemu Jabo ya macam ketemu sesama arek kampung, kalo pake bahasa Indonesia malah koyok wong yes. Koan-koen, jampat-jamput. Guyon cekakakan, selain pengaruh air kata-kata juga aslinya Jabo pinter mbanyol. Naif banget ceritane, bukan tentang orang lain tapi ngudar awake dhewe.

Saat mendaftar kuliah di Akademi Seni Musik Yogyakarta, aslinya dia bonek aja. Hawong nggak punya "jagan" untuk bayar SPP, sehari-hari tinggal di Bengkel Teater asuhan Rendra. "Ngono ya urip Cuk," seloro Jabo. Masio kuliah musik, gitar sak cuwil nggak punya.

Adalah Susan Paper, staf konsul Australia di Jogja kenalan sama Jabo lalu diajak dolan ke Bengkel Teater ternyata bule cewek itu seneng sesrawungan sama cah-cah kesenian di situ. Melihat Jabo kuliah musik tapi nggak punya alat, Susan kemudian membelikan sebuah gitar untuk Jabo.

"Saking senenge sampik brebes mili Cuk," kata Jabo mengingat kenangan bersejarah dalam hidupnya.

Dari gitar itulah bukan hanya lagu yang tercipta tapi juga cinta. Sepertinya Jabo kecancang gitar cinta hadiah dari Susan. Sejak itu mereka jadi kayak perangko.

Adagium trisna jalaran saka nggelibet ternyata dilakoni Jabo. Mereka lantas semakin serius sampai kemudian menikah dan beranak cucu.

Sewaktu anak sulungnya sunat dirayakan di kampung Bogen, Surabaya, Saya pun hadir sambil menikmati ludruk garingane Markeso.

Mundur lagi. Meski sekolah musik, Jabo terus terang nggak mahir memainkan repertoar klasik. "Aku mek isok main gitar tiga, empat krip thok," tuturnya sambil ngakak. Saya hanya bisa main gitar tiga, empat accord doang. Gitar itulah yang dikeloni tiap hari. Dengan modal tiga, empat accord Jabo mempelajari lagu-lagu besar. Selain menambah koleksi lagu juga mengamati komposisi serta melatih kekuatan pita suaranya untuk menjangkau nada dan irama yang tidak mudah. Kemudian dia mengeksplor karakter vokalnya.

"Kalau ingin pinter harus mempelajari lagu-lagu besar yang abadi. Isok nyanyekno iku gampang golek mangan Cuk." Pengalaman Jabo sering ditraktir gegara suka menghibur teman. Banyak teman gampang makan, rumus sederhananya gitulah.

Berdasar referensi musik yang dikuasai Jabo mencoba membuat komposisi sendiri. Satu demi satu karyanya mulai tercipta. Pede aja. Berkat meguru sama Mas Willy, sapaan Rendra, pikiran Jabo mengembang juga ketularan demen baca buku. Tanpa buku pikiran bakal cupet.

Di Bengkel Teater ada Bram Makahekum yang didapuk sebagai pengiring musik, Jabo juga terlibat selain memainkan peran dalam lakon besutan Rendra. Bram, arek Simpang Kaliasin kumpul Jabo arek Ampel, tumbu ketemu besek, klop, podho Surabajule.

Bersama keluarganya Jabo tinggal di Australia. Begitu ada rencana pulang kampung, konco-koncoe sudah menyiapkan diri untuk proses. Begitulah Jabo, arek kampung yang memahami ketentuan Tuhan atas dirinya menjalani tarekat musik sepanjang hidup.

Muga-muga koncone kene iki keparingan seger waras slamet sak lawase. Karya-karyae kita nikmati, menyirami jiwa jadi teduh.

Iki tongseng Bo .. Joss .....!!


Ditulis oleh : Rokimdakas

Editor : Ali Topan

LAINNYA