Reporter : Bagus Suryo
JATIMKINI.COM, Fatimah cekatan mengepak kompos di gedung komposting Unit Pelaksana Teknis Pengolahan Sampah Supiturang di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur.
"Saya mengemas 100 bungkus kompos per hari," kata Fatimah membuka pembicaraan, Jumat (1/12).
Tak begitu lama, kompos yang menggunung sudah berpindah tempat di kemasan plastik 5 kg. Di sudut gedung yang bersebelahan dengan gedung sorting plant, Fatimah bekerja bersama 13 orang. Mereka di antaranya Dwi, Dafa, Yusril, Dimas, Fauzi, Yoga, Faktur, Muklas dan Wahyu. Tugas mereka mulai pemilahan, pengolahan, pencacahan, fermentasi, operator alat berat sampai pengemasan.
Sentuhan tangan perempuan itu bersama pekerja lainnya memberikan andil signifikan dalam program penanganan stunting, pengendalian inflasi, pengentasan kemiskinan dan mewujudkan indeks kualitas lingkungan hidup.
Betapa tidak, sampah organik yang volumenya terus bertambah dari skala rumah tangga dan pasar tradisional se Kota Malang diolah menjadi kompos. Lalu, pupuk organik itu dikembalikan lagi ke masyarakat. Pemanfaatan untuk pertanian dan urban farming. Siklus pengelolaan persampahan terintegrasi mengubah wujud asli sampah menjadi kompos telah menyelesaikan berbagai persoalan.
Sampah dari kampung akhirnya kembali ke kampung usai bersalin rupa dalam wujud kompos. Pupuk itu menyuburkan tanah dan tanaman. Alhasil, panen cabai dan sayur dipetik depan rumah guna mencukupi kebutuhan gizi balita stunting. Pertanian ramah lingkungan pun terwujud dengan suplai pupuk organik dari tempat pemrosesan akhir (TPA) Supiturang.
Koordinator Komposting Unit Pelaksana Teknis Pengolahan Sampah Supiturang Teguh Sambodo menyatakan sampah organik yang diolah sekitar 10 ton per hari. Panen kompos sebanyak 40% dari bahan baku sampah yang masuk komposting. Setelah dikemas, kompos dibagikan gratis ke masyarakat.
"Setiap warga boleh mengambil 3 kuintal per kemasan 5 kg. Bila instansi dapat 100 bungkus atau 5 kuintal kompos," ucapnya.
Kompos buatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang layak sebagai pupuk organik dan media tanam lantaran berkualitas SNI. Di lahan komposting seluas 2.800 meter persegi, sampah diubah menjadi kompos melalui proses pemilahan, pencacahan, fermentasi, maturasi, pengayakan dan pengemasan. Fermentasi dengan mengecek keasaman (ph), suhu dan kadar air. Starternya dari air lindi di bak penampungan untuk menyiram bahan kompos. Seluruh proses sesuai standar operasional prosedur dan berteknologi modern komplet dengan uji laboratorium.
Solusi kemiskinan
Di gedung sorting plant, pekerja beraktivitas memilah sampah anorganik. Di tempat itu mengelola sekitar 25 ton sampah saban hari.
"Kapasitas pengolahan 500 ton, tapi baru terkelola rata-rata 200 ton. Hasil pengolahan berupa sampah plastik, kertas dan karung. Residu sisa pengolahan ditimbang, lalu dibawa ke sanitary landfill. Ada pengurangan sampah setelah diproses rata-rata 1,5 ton sampai 2 ton," kata Koordinator Sorting Plant TPA Supiturang Ekky Wahyu Ramadhan.
Proses usai sampah ditimbang selanjutnya masuk mesin pencacah. Tujuannya mengurai sampah dari warga yang masih terbungkus plastik dan karung. Setelah itu, penyortiran. Sisa sampah yang sudah terpilah masuk mesin magnetic separator. Mesin itu otomatis menyisihkan sampah logam. Proses akhir pengepresan untuk selanjutnya masuk gudang.
Sampah-sampah yang sudah dipres itu dihibahkan ke pemulung untuk menambah pendapatan keluarga prasejahtera. Hal itu upaya DLH membantu mengentaskan warga dari kemiskinan.
Pengelolaan sampah terintegrasi seperti ini diapresiasi masyarakat. Warga menerima manfaat dari tata kelola persampahan yang ramah lingkungan.
"Sakniki kepolone sae, merespons warga nyuwun nopo langsung ditanggapi. Mboten nunggu emben (Sekarang kepala pengelola sangat baik, cepat merespons, warga minta langsung ditanggapi. Tidak perlu menunggu besok)," ucap warga sekitar TPA Supiturang, Suminah.
Efek ganda
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Malang Wahyu Hidayat mengatakan penanganan stunting sejalan dengan pengendalian inflasi. Karena itu, Pemkot Malang melakukan intervensi dengan menyalurkan 3.220 paket bahan pangan untuk keluarga rawan stunting (KRS) selain getol menggelar pasar murah. Bantuan pangan itu untuk memenuhi asupan gizi balita.
"Bila inflasi tak terkendali akan berdampak pada daya beli masyarakat. Tentu, imbasnya pada pemenuhan pangan," kata Wahyu dalam keterangan resmi Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Kota Malang.
Baru-baru ini, Wahyu juga menyalurkan bantuan 4.862 bibit cabai, media tanam, pupuk kandang dan pupuk NPK kepada 25 Poktan. Termasuk melakukan gerakan penanaman bibit cabai bersama warga. Upaya itu guna menjamin penyediaan bahan pangan di tingkat rumah tangga guna menekan inflasi.
"Menanam cabai itu untuk investasi atau menabung dengan cara menanam bahan pokok dapur. Tujuannya dapat meminimalisir pengeluaran rumah tangga," ujarnya.
Sampah yang bersalin rupa menjadi kompos pada gilirannya mendukung program ketahanan pangan skala perkotaan. Efek ganda kompos untuk urban farming juga membantu penanganan stunting, inflasi dan kemiskinan.
Editor : Redaksi