x
x

Mencoba Memahami Repetisi, Refleksi, dan Resolusi

Rabu, 10 Jul 2024 18:18 WIB

Reporter : Redaksi

Oleh: Aris Krisdian
Pemerhati Budaya

Hidup adalah repetisi atau pengulangan. Contohnya hari ini kita berada di awal Tahun Hijriah, setahun yang lalu, dua tahun yang lalu atau bahkan puluhan tahun yang lalu kita juga pernah mengalami berada di awal Tahun Baru Hijriah.

Hari ini kita merindu, tersenyum dan kemudian bahagia, kemarin atau lusa kita juga merasakan hal yang sama. Pun sebaliknya, hari ini kita sedih, kecewa karena gagal meraih asa yang kita damba, kemarin atau lusa kita juga pernah merasakan hal yang sama.

Apa yang kita alami hari ini (kekinian) merupakan pengulangan-pengulangan di masa yang lalu (kekunoan). Pertanyaannya, mengapa kita harus mengalami pengulangan atau repetisi? Jawabannya tiada lain dan tiada bukan adalah agar berada di titik yang disebut total surrender, atau berserah diri sepenuhnya terhadap kekuatan absolut yang menghidupi kita, karena sebenarnya kita (baca: manusia) adalah sesuatu yang nisbi (tidak ada), adanya karena ada yang menciptakan, yaitu Tuhan (Zat yang absolut).

Total surrender atau berserah diri secara mutlak ini jika dicarikan padanan katanya dalam Bahasa Arab adalah Islam, orangnya di sebut dengan Muslim (orang yang berserah diri).

Boleh jadi berdasarkan KTP kita beragama Islam, dan menurut syariat kita juga sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi benarkah kita sudah benar-benar berserah diri secara total kepada Tuhan yang absolut? Coba kita renungkan beberapa contoh berikut:

- Panas dikit ngeluh. Hujan dikit ngeluh. Nyaman dikit sayang.
- 358 hari sehat, 7 hari sakit, lantas berkata ini cobaan apalagi ya Allah?. 27 hari bahagia, 3 hari bersedih, lantas berkata ini semua tidak adil.
- Cinta pada seseorang, karena cintanya itu kemudian ingin memilikinya secara utuh, jika tidak kesampaian lantas kecewa. Rasa kecewa itu karena adanya kemelekatan atau rasa ingin memiliki (attachment). Analogi sederhananya adalah seperti seorang pecinta bunga mawar, yang saking cintanya kemudian mawar itu dipetik, dicium dan dibawa kemana-kemana, tentunya tak berselang lama matilah mawar tersebut. Seandainya Sang Pecinta tersebut tidak terikat dengan attachment dan membiarkan bunga mawar itu tumbuh di tempatnya tentu mawar itu akan tetap indah mewangi sebagaimana mestinya.

Catatan: mudah di ucapkan sulit dilakukan.

Dari beberapa contoh di atas kita dapat melihat bahwa sebenarnya ada rasa ingkar terhadap keadaan yang kita rasa tidak mengenakkan atau kurang memuaskan. Rasa ingkar itu dalam istilah arab disebut dengan "Kafir".

Repetisi-repetisi dalam bentuk sedih, kecewa, dan hal-hal lain yang tidak memuaskan itu akan terus terjadi sampai kita benar-benar berserah diri sepenuhnya kepada kekuatan absolut.

Yang patut di syukuri adalah Tuhan itu adil dan bijaksana, segala sesuatu diciptakan berimbang. Ada siang, ada malam. Ada sedih, ada gembira. Ada duka, ada suka. Yang kesemuanya itu bisa menjadi penghiburan sehingga kita tidak putus asa.

Rasa sedih, kecewa, terpuruk dan sejenisnya merupakan representasi kecil dari neraka. Sebaliknya, sukacita, gembira, bahagia dan sejenisnya, merupakan representasi dari surga.

Ada contoh praktik baik dari orang-orang terdahulu bagaimana mengantisipasi neraka di dunia, salah satunya adalah doa akhir tahun yang di dalamnya memuat tentang refleksi atau muhasabah diri. Bahwa sebenarnya asal muasal neraka di dunia adalah karena; 1). Pola hidup yang salah, 2). Ketidakjujuran hati, 3). Mengikuti dorongan nafsu, 4), Jauh dari Tuhan yang absolut.

Dari refleksi-refleksi tersebut akhirnya melahirkan solusi berpindah dari neraka menuju surga. Solusi-solusi yang muncul dari repetisi-repetisi neraka tersebut dinamakan resolusi.

Ada harap dan pinta yang tulus terucap, semoga semua salah dan khilaf kita diberi maaf oleh Tuhan yang absolut, kita senantiasa rida dan berserah diri atau total surrender sehingga tidak terikat lagi dengan neraka, kita semua dilindungi dari setan dan bala tentaranya.

NB: Perlu di ingat, asal-usul setan itu berasal dari pikiran, perasaan, dan emosi yang tidak berkesadaran.

Editor : Bagus Suryo

Kopilot
LAINNYA