x
x

Karma Penulis Dan Pendakwah

Minggu, 17 Des 2023 13:20 WIB

Reporter : Rokimdakas

Bincang,bincang, jagong "jerohan" yang nggak umum, umumnya berlangsung setengah kamar, dari hati ke hati secara hati-hati pembahasannya, tanpa menyalahkan, tanpa merendahkan atas pengalaman spiritual masing-masing sehingga bisa membaca kitab perolehan antar person sebagai pengkayaan wacana pun ruhani. Namun jika ditulis atau disyiarkan?

Sebuah anjuran yang saya pegang dengan penuh kesungguhan adalah jangan menulis atau menyiarkan "kitab"  orang lain. Menulis kitab orang lain adalah mengutip pengalaman spiritual orang lain yang dianggap menarik untuk disajikan tanpa pernah mengalami suatu perenungan yang melandasi kelahiran pembahasaan yang disalin mewarnai sajiannya sehingga menjadi bagus seakan pengalaman spiritual penulis, juru siar atau pendakwahnya sendiri.

Publik tidak mempersoalkan karena terpesona oleh penuturannya. Namun secara hakikat hal itu merupakan tipu daya. Why? Apa yang disampaikan belum tentu dilakoni. "Nukoni", kata sebuah joke, nulis tapi gak  ngelakoni. Menulis tanpa memproses diri. Ada yang menyebut jarkoni, bisa ngajar nggak bisa ngelakoni. Nukoni, kata dasarnya tuku, bahasa Jawa:  membeli. Ketika membeli beberapa berubah sebutan menjadi nukoni.  Membeli gratisan tulisan orang lain. Apa yang dipaparkan sekadar kembang kata-kata yang dipetik dari tanaman orang lain, bukan berdasar pengalaman spiritualnya sendiri.

Gak bahaya ta? Ya bahaya sih. Karena bisa menjerumuskan pelaku pada kemunafikan. Sebagaimana makhluk  lainnya, huruf dihadirkan beserta ruh, misi juga energi. Saat kata "Sayang" disampaikan di hadapan seseorang, ether huruf merambati jiwa seseorang jadi merasa dihormati, hatinya penuh bunga, terpancar rona Bahagia.

Kembali pada pengutipan kalimat bernas akan menuntut tindakan pada pengutip, jika  tidak dilaksanakan atau belum mengetaui metodologi metafisis bisa jadi energi itu "mbandhul", memukul balik, menimpa pengutip  kalau tidak boleh  disebut "nyampluk", tiba-tiba memukul secara keras.

Awalnya pengutip memperoleh sanjungan, akan tetapi di saat dalam  kesunyian yang dirasa justru penyiksaan batiniah. Orang lain tidak mengetaui. Ini bahayanya mengutip  pengalaman spiritual orang lain. Itu perlunya iling lan waspada. Iling pada yang bukan pengalaman bathinnya, waspada terhadap karma yang menimpa.

Mulane sing ati-ati.

Ditulis oleh : Rokimdakas

Jurnalis Senior  / Penulis Lepas tinggal di Surabaya

Kanal Podium adalah halaman khusus layanan masyarakat untuk menulis berita lepas

Redaksi Jatimkini tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Editor : Redaksi

LAINNYA