Menikmati Tarian, Kita Mengasah Kehalusan Jiwa

Reporter : Redaksi
Ilustrasi Rokimdakas for Jatimkini.com

Tari bukan sekadar gerak ritmis yang menghibur mata melainkan bahasa  tubuh yang halus dalam menyampaikan makna, rasa dan rahasia jiwa.

Dalam setiap hentakan kaki dan putaran lengan terkandung pesan-pesan yang tidak selalu bisa diucap dengan kata. Tari adalah puisi bisu yang tubuhnya bersyair dalam ruang, nadanya lahir dari keheningan batin, ritmenya menjalin dialog antara yang tampak dan yang tak kasatmata.

Baca juga: Memaknai Politik Agama atau Ideologi

Dalam jagat budaya, tari sering digambarkan sebagai “doa yang bergerak.” Ia hadir bukan hanya untuk dilihat tetapi untuk dirasa. Sebab menikmati tarian yang indah sesungguhnya adalah proses menyelami keteduhan jiwa, yang dalam istilah Jawa disebut sebagai "ngemut rasa", mengulum perasaan hingga halus, lebur, dan menyatu dalam kebeningan batin.

Sebuah tarian yang baik bukan hanya menawan secara visual. Ia memiliki susunan komposisi yang kuat, alur dramatik yang cermat juga dinamika yang hidup dan jujur. Penampilan seperti itu lahir dari proses panjang. Latihan yang tak kenal lelah, pengorbanan waktu, pengendapan rasa dan pemahaman mendalam akan tradisi maupun inovasi.

Penari yang hadir di atas panggung bukan hanya menghadirkan tubuhnya namun juga jiwanya yang terbakar dalam bara keindahan.

Kata pepatah, “Dimana kata tak mampu menjangkau di situlah tari mengambil alih.” Maka ketika menyaksikan sebuah pertunjukan tari yang bagus, kita sebenarnya sedang membiarkan simpul-simpul saraf kita dibasuh oleh keindahan. Getar tubuh penari bisa memancing resonansi halus dalam tubuh kita, memperbaiki aliran energi dan tanpa disadari mengajak kita menyehatkan jiwa sekaligus raga.

Menonton tarian yang baik sejatinya adalah menyaksikan laku spiritual dalam bentuk estetika. Kita diajak untuk "tunduk" pada keindahan yang tidak memaksa tetapi pelan-pelan menembus kemudian menetap sebagai kesadaran baru dalam diri.

Baca juga: Ketika Ego Politik Menggilas Kemanusiaan, Amerika Serang Iran 

Atas semua itu, penghargaan terhadap tari tidak sepatutnya hanya berupa tepuk tangan yang riuh. Ia butuh apresiasi mendalam, pengakuan atas proses serta penghormatan pada nilai-nilai luhur yang dibawanya.

Tarian adalah napas budaya yang tak boleh putus. Ia menjahit sejarah dengan benang rasa, menghidupkan kenangan kolektif melalui tubuh manusia dan terus berbisik kepada masa depan agar tetap merawat kelembutan. Di tengah dunia yang serba cepat dan bising, seni tari adalah telaga tempat kita menepi, mereguk keteduhan sambil belajar kembali menjadi manusia yang halus  perasaannya dan peka akan makna.

Dalam setiap gerak tari ada pesan bahwa keindahan bukanlah sesuatu yang instan. Ia hasil dari ketekunan, pencarian dan pengorbanan. Maka marilah kita rawat dan hormati tarian, sebab di sana kita bisa belajar tentang kesabaran, ketulusan dan cinta yang menari tanpa suara.

Baca juga: Perang, Antara Kemanusiaan dan Ego Elit Politik

Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Editor : Redaksi

Ekonomi
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru