Korupsi di Indonesia sudah menjadi bagian dari budaya. Sifat koruptif menjalar di pelbagai lini kehidupan, dari tukang parkir hingga kehidupan penjara, rumah sakit, sekolah, tambang dan sumber kekayaan negara lainnya.
Penanganannya hanya tambal sulam sekadar formalitas tanpa efek jera. Selama hukuman bagi pelaku korupsi begitu ringan bagaimana mungkin kita berharap ada perubahan? Apalagi tanpa undang-undang yang tegas seperti hukuman mati bagi koruptor, pemberantasan korupsi hanyalah parodi menyedihkan.
Baca juga: Memaknai Politik Agama atau Ideologi
Baru-baru ini rakyat dibuat terhenyak oleh vonis ringan terhadap Harvey Moeis, koruptor PT Timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Hakim Ketua Eko Aryanto hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 210 miliar. Jika uang itu tidak dibayarkan, hukumannya hanya ditambah dua tahun. Tidak cukup sampai di situ, hukuman ringan ini juga didasarkan pada alasan-alasan absurd seperti “bersikap sopan” dan “memiliki tanggungan keluarga.”
Ironisnya keputusan ini justru bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk meniru langkah serupa. Cukup korbankan satu anggota keluarga untuk masuk penjara maka seluruh keluarga besar bisa menikmati hasilnya hingga beberapa generasi. Dalam logika rakyat, korupsi Rp 300 triliun dengan ganjaran 6,5 tahun penjara seperti memenangkan lotere besar.
KEMARAHAN RAKYAT
Vonis ini memicu kemarahan luas. Media sosial penuh dengan kritik tajam terhadap Harvey Moeis dan Hakim Eko Aryanto. Rakyat mempertanyakan bagaimana keadilan dapat ditegakkan jika kejahatan sebesar ini diperlakukan begitu ringan. Presiden Prabowo Subianto bahkan turut mengungkapkan ketidakpuasannya. "Vonisnya ya kira-kira 50 tahun, gitu," ucapnya dalam arahannya di Musrenbangnas RPJMN 2025-2029.
Menteri HAM Natalius Pigai pun mengakui kekecewaan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa putusan tersebut berpotensi menjadi preseden buruk bagi sistem peradilan Indonesia. Tidak hanya itu, keputusan ini dapat mendorong orang-orang cerdas untuk mencari celah hukum demi menggarong uang negara dengan nilai yang fantastis karena mereka tau hukuman yang diterima tidak akan sebanding dengan kejahatan yang dilakukan.
Baca juga: Ketika Ego Politik Menggilas Kemanusiaan, Amerika Serang Iran
MATINYA HARAPAN
Harapan rakyat terhadap lembaga penegak hukum semakin menipis. Jika vonis ringan seperti ini terus berulang, maka kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan runtuh sepenuhnya. Dalam kasus ini jaksa telah mengajukan banding untuk menuntut hukuman yang lebih berat, tapi apa itu cukup?
Sistem hukum yang lemah hanya menciptakan lingkaran setan. Korupsi terus tumbuh subur, sementara rakyat semakin terpuruk dalam kemiskinan. Vonis ringan terhadap Harvey Moeis adalah tamparan keras bagi semua upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.
Kita berada di titik di mana rasa keadilan rakyat seolah telah mati. Dan ironisnya, korupsi tidak hanya menjadi kejahatan tetapi juga menjadi jalan pintas menuju kemakmuran bagi segelintir orang. Jika situasi ini terus berlanjut, bagaimana kita bisa berharap bahwa masa depan bangsa ini akan lebih baik? Nonsense!!
Baca juga: Perang, Antara Kemanusiaan dan Ego Elit Politik
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi