Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo Jadi Penilaian STBM Award 2025

Reporter : Rochman Arief
Tim verifikator STBM mengunjungi sanitasi kampung edukasi sampah di Sidoarjo untuk melakukan penilaian. (Foto: KES for jatimkini.com)

JATIMKINI.COM, Di sudut kecil Kabupaten Sidoarjo, sejumlah rombongan hadir di sebuah permukiman, yang berlokasi di RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan. Sudah bisa ditebak. Itu adalah Kampung Edukasi Sampah.

Kampung ini menjadi salah satu lokasi verifikasi lapangan dalam ajang sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) Award 2025. Sebuah penghargaan nasional yang diberikan Kementerian Kesehatan RI bagi wilayah yang berhasil menerapkan sanitasi total berbasis masyarakat.

Baca juga: Kader Kampung Edukasi Sampah Ditempa Jadi Akar Perubahan

Namun, apa yang dibangun warga kampung ini jauh melampaui sekadar mengejar penghargaan. Warga mempraktikkan sanitasi total berbasis masyarakat bukan karena program pemerintah semata. Alasannya karena kebutuhan akan lingkungan yang sehat dan bermartabat.

Senin, 23 Juni 2025, tim verifikator nasional turun ke lokasi. Tim ini menelusuri sudut-sudut kampung, melihat dari dekat bagaimana STBM diterapkan. Lima pilar STBM yang menjadi standar nasional, kepemilikan jamban sehat, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, pengelolaan makanan dan minuman yang higienis, pengolahan sampah rumah tangga, hingga pengelolaan limbah cair. Semuanya hidup dalam keseharian warga.

Yang membedakan Kampung Edukasi Sampah dari banyak program sanitasi lain adalah pendekatannya. Warga tidak membangun sanitasi dari atas, melainkan dari bawah. Kesadaran, bukan sekadar infrastruktur, menjadi fondasi.

“Prosesnya panjang. Ini bukan soal fasilitas, tapi soal bagaimana warga pelan-pelan sadar pentingnya menjaga lingkungan,” kata Edi Priyanto, pegiat lingkungan Kampung Edukasi Sampah.

Baca juga: Begini Cara Warga Sidoarjo Terapkan Keberlanjutan Lingkungan

Edi menegaskan bahwa warga di permukiman tidak sedang mengejar piala. Yang tengah kejar warga adalah perubahan perilaku, kebiasaan baik yang dilakukan bersama, setiap hari, dan terus-menerus.

Hariyanto, kader lingkungan yang mendampingi proses verifikasi, membenarkan hal itu. Ia mengenang bagaimana awalnya warga masih sulit diajak memilah sampah atau membiasakan cuci tangan pakai sabun. “Tapi sekarang, sudah jadi bagian dari hidup sehari-hari. Mereka merasakan sendiri manfaatnya,” ujarnya.

Perubahan itu juga dirasakan oleh Yuyun, ibu rumah tangga yang rutin ikut kerja bakti. Dulu, membuang sampah sembarangan dianggap hal biasa. Sekarang, ia justru bangga bisa mengompos sampah organik dan menggunakan air olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk menyiram tanaman.

Baca juga: BRI RO Surabaya Edukasi Pengelolaan Sampah, Budidaya Maggot dan Ecoenzym untuk Masyarakat

“Rasanya bahagia. Lingkungan jadi lebih bersih. Tanaman saya subur karena air olahan. Meski sederhana, saya bangga,” ucap Yuyun sambil tersenyum.

Ketua RT 23, Andi Hariyadi, tak menutupi rasa harunya melihat perubahan ini. Ia menyebut bahwa gotong royong dan keinginan warga untuk belajar menjadi kunci utama keberhasilan ini. “STBM di sini bukan sekadar program pemerintah, tapi sudah jadi gaya hidup kami,” katanya.

Kampung Edukasi Sampah, yang hanya seluas 7.100 meter persegi dan dihuni sekitar 50 kepala keluarga, kini menjelma menjadi laboratorium terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar tentang sanitasi total berbasis masyarakat. Ribuan orang dari berbagai daerah sudah datang: mulai dari pelajar, mahasiswa, akademisi, hingga komunitas lingkungan.

Editor : Rochman Arief

Ekonomi
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru