x
x

Indonesia Emas 2025 : Mimpi di Tengah Kabut Hafalan

Indonesia Emas 2045 tampaknya sedang dirancang seperti membangun istana pasir tepi laut - indah dalam imajinasi, namun mudah runtuh saat diterpa realita. Salah satu pondasi yang digadang-gadang menopang cita-cita mulia ini adalah pendidikan. Sayangnya, pola pendidikan kita saat ini lebih mirip upacara keagamaan ketimbang laboratorium masa depan. Maka pantaslah jika kita bertanya, apakah ini jalan menuju kejayaan atau hanya jalur cepat menuju kebingungan nasional?

MABUK HAFALAN

Mari kita mulai dengan satu ironi pahit, bagaimana mungkin kita berharap lahirnya generasi yang cakap di bidang teknologi dan sains  dua pilar masa depan dunia  melalui metode pendidikan yang memuliakan hafalan doa dan surat-surat kitab suci di ruang kelas?

Dalam perspektif neurosains, hafalan adalah aktivitas otak paling rendah dalam hierarki kognitif.  Kognitif adalah seluruh aktivitas mental yang melibatkan proses berpikir, belajar dan memahami. Namun di negeri ini justru para penghafal Quran diganjar tiket emas masuk universitas teknologi tanpa harus membuktikan kompetensi dalam kalkulus, fisika kuantum atau AI. Apa korelasi antara surah Al-Mulk dengan rekayasa bioteknologi atau kriptografi, ilmu dan praktik menjaga kerahasiaan pesan atau informasi dengan mengubahnya menjadi format yang tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak berwenang. 

Jika ini bukan bentuk penghinaan terhadap ilmu pengetauan maka barangkali kita memang sedang hidup di era post-truth pendidikan.

Lihatlah negara-negara yang tenggelam dalam euforia religius formalistik seperti Afghanistan, Pakistan, Yaman bahkan sebagian wilayah Iran. Mereka tampak  religius tapi bagaimana skor mereka dalam inovasi teknologi? Dalam penguasaan AI, energi terbarukan, rekayasa genetika, atau literasi digital? Nihil. Mereka punya banyak tempat ibadah, tetapi sedikit pusat riset. Banyak hafidz tapi minim penemu. Banyak doa, tapi minim data. Demikian jawaban  mengapa negara agamis tertinggal?

Bandingkan dengan China dan Jepang, negara tanpa agama formal tapi sukses mencetak robot antropomorfik dan mobil masa depan. Atau Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia yang justru mengurangi jam sekolah demi memberi ruang pada eksplorasi dan kreativitas. Apa kesamaannya? Mereka tidak menjadikan agama sebagai kurikulum inti apalagi syarat masuk perguruan tinggi teknologi.

Pertanyaannya,  Indonesia mau meniru yang mana?

Abdul Mu'ti sebagai Mendikdasmen memang layak dikritik keras. Ia tidak sedang memimpin kementerian takmir masjid melainkan kementerian pendidikan nasional. Tugasnya bukan menyelamatkan pahala akhirat siswa  melainkan masa depan Indonesia yang realistis dan kompetitif.

Jika Abdul Mu'ti gagal merumuskan kebijakan yang berpihak pada pengembangan teknologi, sains dan soft skill abad 21 maka dia harus siap dicatat sejarah sebagai aktor utama kegagalan proyek "Indonesia Emas", dan sah untuk disalahkan karena menyangkut nasib bangsa dan negara ke depan.

Anggaran pendidikan kita terbesar di antara pos lainnya. Tapi hasilnya? Guru vokasi tidak kompeten, jurusan sekolah kejuruan dibuka demi proyek, bukan kompetensi. Output-nya adalah lulusan menganggur dengan ijazah tanpa isi. Apa ini bukan kegagalan sistemik?

Pendidikan yang mengajarkan siswa untuk fokus pada “tabungan akhirat” sejak bangku SD adalah bentuk kekeliruan strategis. Kita tidak sedang hidup 2000 tahun lalu di padang pasir. Kita berada di zaman neural network - model komputasi yang meniru cara kerja otak manusia dalam memproses informasi - bukan zaman unta dan karavan.

Tidak ada satu pun testimoni manusia yang kembali dari kematian membawa kabar tentang "fasilitas kehidupan sesudah mati". Tetapi ada ribuan jurnal ilmiah yang memaparkan bagaimana ilmu pengetahuan mampu menyelamatkan dunia dari krisis energi, pangan maupun iklim.

Jadi, apakah masuk akal jika kita lebih sibuk menyiapkan siswa untuk akherat  daripada untuk survive di tengah kompetisi global?

Jika pola pendidikan kita terus meniru Taliban dengan sentuhan digital maka jangan harap generasi 2045 secerdas anak-anak Swiss atau Korea Selatan. Kita akan melahirkan generasi yang fasih berbicara soal pahala tapi gagap dalam coding. Generasi yang khusyuk saat ujian agama tapi kosong saat uji kompetensi global. Generasi yang patuh, tapi tidak berpikir. Ini sangat berbahaya.

Sudah saatnya kita menata ulang orientasi pendidikan nasional. Fokus pada pembangunan otak bukan sekadar penyucian hati. Karena di abad ini, negara yang unggul bukan yang paling banyak hafalan  tapi yang paling cakap berinovasi.

Jika tidak, sebagaimana yang penulis saksikan: Mendikdasmen beserta para penentu kebijakan akan menanggung dosa sejarah. Dosa itu tak bisa ditebus dengan sejuta kata maaf apalagi dengan retorika surga  yang belum pernah kita saksikan sendiri.

Penulis : Rokimdakas

Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

Berita Terbaru
Rabu, 09 Jul 2025 13:32 WIB

PTPN I Regional 5 Beri Bantuan Infrastruktur Pendidikan untuk Yayasan Yatim Kepodang Mandiri Sidoarjo

JATIMKINI.COM, Sebagai wujud nyata kepedulian terhadap pendidikan masyarakat sekitar, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 5 memberikan bantuan Tanggung
Rabu, 09 Jul 2025 13:26 WIB

Perkembangan Pasar Modal: Stabil tapi Rawan

Perkembangan pasar modal dalam negeri masih resilien meski dihadapkan dengan sejumlah indikator global, yang bisa membawa dampak besar.
Selasa, 08 Jul 2025 19:58 WIB

Kadin Jatim Sebut Tarif Impor AS 32% Justru Bikin Peluang Besar Ekspor Tekstil

JATIMKINI.COM, Kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap produk dari berbagai negara Asia menciptakan
Selasa, 08 Jul 2025 16:21 WIB

PLN Elektrifikasi 21 Ribu Petani Buah Naga di Banyuwangi, Dorong Ekonomi Kerakyatan

PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor pertanian berkelanjutan melalui program electrifyin
Selasa, 08 Jul 2025 15:37 WIB

Frank & co., Hadirkan Kemewahan Intim di Tengah Kota Surabaya

Frank & co., membuka gerai kelima di Surabaya, yang mengusung berlian dengan konsep perpaduan keintiman dan kemewahan menyatu.
Selasa, 08 Jul 2025 14:35 WIB

Pelatihan SDM Jadi Kunci TPS Tingkatkan Kinerja Terminal

TPS menjawab tantangan tata kelola pelabuhan melalui pelatihan SDM guna mendorong transformasi terminal bertaraf internasional.