x
x

Dari Madumangsa Sampai Ekspor Sandal

Kamis, 11 Mei 2023 13:48 WIB

JatimKini

Hari masih pagi Maisyaroh sibuk menata dagangan. Ada peyek, keripik, jamu, tape dan aneka roti. Termasuk kue moci dan madumangsa. Sebuah kertas bertuliskan obral, diskon 10% sengaja diletakkan di meja depan. Hal itu untuk menarik minat konsumen.

Di pelataran Gedung Kartini, Kota Malang, warga Jalan LA Sucipto, Kecamatan Blimbing, itu, menyapa ramah pembeli.

"Monggo harga peyek Rp10 ribu, madumangsa Rp150 ribu. Ada juga jamu dan keripik," tegas Maisyaroh, Senin (10/4).

Tak begitu lama, pembeli pun berdatangan. Kepala Dinas Kesehatan Syamsul Muarif dan Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri membeli madumangsa dalam kemasan. Pengunjung lainnya membeli peyek dan aneka roti. Dagangan pun laris manis.

Wali Kota Sutiaji dan Wakil Wali Kota Sofyan Edi Jarwoko berdialog dengan pelaku UMKM. Lalu, keduanya diminta berfoto bersama sebagai bagian dari mendongkrak branding produk.

Madumangsa merupakan makanan tradisional yang hanya bisa dijumpai saat Lebaran. Kue melegenda itu terbilang langka saat hari biasa. Bagi sebagian orang, keberadaan tape ketan hitam yang dibungkus kertas minyak itu wajib ada untuk suguhan bersandingan dengan roti.

"Saya memproduksi sendiri madumangsa. Tapi masih usaha rumahan dengan empat pekerja."

Bagi pelaku UMKM akrab disapa Bu May, madumangsa ialah kue lezat dengan banyak peminat. Karena itu, ia rutin memproduksi guna melayani pelanggan Malang dan sekitarnya, Surabaya, Jakarta sampai Batam. Selama Ramadan, pesanan membeludak sekaligus berkah bagi UMKM.

Selain untuk camilan Lebaran di kampung halaman, para pemudik memesan kue itu untuk dibawa pulang ke daerah asal mereka bekerja yang kebanyakan di luar Malang.

"Saya usaha madumangsa ini sudah tujuh tahun. Usaha lainnya sandal lucu berjalan 20 tahun ini."

Ekspor sandal

Usaha sandal lucu yang mempekerjakan 60 orang bertahan sampai kini meski sempat jatuh bangun. Saat pandemi merosot lantaran pasar ekspor tutup total.

"Pabrik di Jalan LA Sucipto, kapasitas produksi pokoknya banyak. Pasarnya selain melayani lokal dan nasional, juga ekspor ke Amerika, Filipina, Singapura, Hongkong."

Pandemi terpaksa menutup pabrik. Akan tetapi, ia tetap berproduksi dengan sistem borongan. Pekerja mengerjakan per bagian sandal di rumah masing-masing.

"Selama pandemi dikerjakan di rumah-rumah. Sistemnya upah borongan. Ada pekerjaan gambar, klip, tali, menghaluskan dan hias. Upah per item kisaran Rp1.000 sampai Rp3.000. Total upah bergantung banyaknya pekerjaan yang mereka hasilkan."

Menurut May, pascapandemi ini perekonomian belum sepenuhnya pulih. Itu sebabnya pekerja bertahan dengan sistem borongan. Sedangkan tantangan ekspor itu soal komitmen.

"Tantangan ekspor itu kena penalti bila tidak memenuhi target sesuai tanggal. Terkadang kita sudah berusaha, ternyata pekerja ada yang sakit sehingga tidak selesai tepat waktu."

Tantangan itu biasa dalam menjalankan usaha. Yang pasti, usaha tetap berjalan dan menyerap tenaga kerja. Adapun omzetnya, cukup lumayan.

"Omzetnya alhamdulillah, yang penting disyukuri," pungkasnya. (R2)

Editor : Redaksi

LAINNYA